
Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memulai program
ekonomi biru, mulai dari tahun 2012. Supaya masyarakat paham akan pentingnya
ekonomi biru maka artikel berikut akan mengingatkan kembali tentang landasan
konseptual ekonomi biru.
Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan
berkelanjutan pada hakekatnya didasari oleh pemikiran bahwa pembangunan ekonomi
harus diimbangi dengan pelestarian fungsi lingkungan untuk menjamin agar
sumberdaya alam yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan di bumi dapat terus
dipertahankan daya dukung dan kualitasnya dalam jangka panjang. Berkembangnya
konsep pembangunan berkelanjutan didorong oleh makin meningkatnya kesadaran
negara-negara di dunia mengenai pentingnya penyerasian antara pembangunan
ekonomi dan perlindungan lingkungan. Hal tersebut diawali dengan
penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi, yaitu the United Nations Conference on The Human Environment (UNCHE)
1972 di Stockholm, Swedia. Hasil pertemuan ini dikenal sebagai Stockholm Declaration yang merumuskan 2 norma
yaitu (1) prinsip 21 yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan lintas batas
internasional dan (2) prinsip 24 yang berkaitan dengan kewajiban bekerjasama
(Rogers et al. 2008).
Indonesia
yang ikut menghadiri pertemuan tersebut melakukan tindak lanjut dengan
membentuk panitia yag merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang
lingkungan hidup. Hasil kerja panitia tersebut tertuang dalam GBHN Tahun 1973
dengan nama pembangunan berwawasan lingkungan (Silalahi, 2003).
Selanjutnya,
pada pertengahan 1980-an lahir konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan
berkelanjutan dirumuskan dan pertama kali diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development (WCED),
suatu lembaga yang didirikan PBB yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland,
yaitu Perdana Menteri Norwegia. WCED yang juga dikenal sebagai Komisi
Brundtland (Brundtland Commission) yang menerbitkan buku
dengan judul “Our Common Future” pada tahun 1987 (Rogers et al.,
2008).
Selanjutnya
pada tahun 1990-an diperkenalkan konsep Zero Emmissions oleh
Gunter Pauli sebagai pendiri dan aktivis pada Zero Emmissions Research and
Initiative (ZERI), yaitu sistem produksi siklus/non-linier: nir
limbah, dengan prinsip: limbah dari satu produk menjadi bahan baku produk
lainnya. Hasilnya: efisiensi sumberdaya alam, hasil dan nilai produk lebih
besar, penyerapan tenaga kerja lebih banyak, dan tanpa limbah (KKP, 2012).
Pada
tahun 1992 diselenggarakan Rio Summit di Rio de Janiero, Brazil yang
mencerminkan makin meningkatnya komitmen masyarakat dunia untuk melaksanakan
konsep pembangunan berkelajutan, antara lain melalui program: Agenda 21, yaitu
Agenda Pembangunan dan Lingkungan pada Abad 21. Seluruh Negara anggota menyusun
Agenda 21, termasuk Indonesia. Isinya antara lain: Perencanaan pengelolaan
Sumberdaya Alam (tanah, air, hutan, energi, dan kelautan), Penanggulangan
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Perubahan Pola Konsumsi, Pengentasan
Kemiskinan, dan Pemberdayaan Masyarakat.
Selanjutnya
berkembang konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) pada tahun 2008 yang didorong oleh UNEP (United Nations Environmental Programme), dan puncaknya
pada tahun 2010 diperkenalkan Ekonomi Biru (Blue Economy) oleh Gunter Pauli melalui buku berjudul “The Blue Economy”. Buku ini diterbitkan pada tahun 2010
dari laporan yang pernah dipresentasikan pada The Club of Rome pada
tahun 2009 dan didukung oleh UNEP (KKP, 2012).
Esensi
dari pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan seharusnya tidak
membahayakan sistem alam, mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan,
mengendalikan eksploitasi sumberdaya alam dan berkeadilan. Berangkat dari
konsep ini berkembanglah konsep Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru sebagai upaya
untuk menterjemahkan lebih konkrit konsep pembangunan berkelanjutan (KKP,
2012).
Pengertian
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dirumuskan dalam Konferensi Tingkat
Tinggi Bumi (earth summit) adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya. Intinya ialah bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Dalam pembangunan
berkelanjutan, pengintegrasian lingkungan ke dalam pembangunan akan mampu
menghindari lingkungan dari kerusakan dan menjaga agar ia dapat mendukung
pembangunan secara terus-menerus atau berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan
lintas generasi (KKP, 2012).
Dalam
konteks pembangunan perikanan dan kelautan, Menurut Charles (2001), ada empat
aspek keberlanjutan, yaitu: 1) ekologi, 2) sosial-ekonomi, dan 3) masyarakat
dan 4) kelembagaan. Ke-empat aspek tersebut di visualisasikan dalam bentuk segi
tiga keberlanjutan (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Bentuk
segi tiga keberlanjutan (Charles, 2001).
Ekonomi Hijau
Disadari
bahwa sistem ekonomi yang selama ini dijalankan di seluruh dunia mempunyai
kecenderungan mencemari dan merusak lingkungan yang sering disebut
sebagai brown economy, maka dunia melalui Union Nation Enviroment Programe (UNEP)
mengembangkan sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sebutan Ekonomi Hijau
atau dikenal dengan “Green Economy” (UNEP, 2011).
Ekonomi
Hijau merupakan sistem ekonomi diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteran masyarakat sekaligus mengurangi resiko kerusakan
ekologi dan lingkungan. Dalam kaitan ini, terdapat 3 (tiga) prinsip utama yang
melandasi Ekonomi Hijau, yaitu Efisiensi alam (nature’s efficiency), Rendah karbon (low carbon) dan Kepedulian sosial (Social inclusiveness)
Menurut
UNEP indikator dari Green Economy meliputi;
1) Transformasi ekonomi. Dari investasi beresiko tinggi
terhadap lingkungan menjadi investasi ramah lingkungan (low carbon, clean, waste minimizing, resource efficient, and
ecosystem enhancing activities).
2) Efisiensi sumberdaya. Penggunaan material, energi,
air, lahan, perubahan ekosistem, besaran limbah, dan emisi bahan berbahaya
terkait dengan aktivitas ekonomi.
3.Progress and well-being. Arah investasi menuju
penyediaan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan, penguatan modal manusia
dan sosial, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tingkat pendidikan yang dicapai,
status kesehatan, and ketersediaan dan akses masyarakat miskin terhadap
jaringan pengaman sosial. (UNEP, 2011).
Ekonomi Biru
Implementasi
pembangunan berkelanjutan dengan konsep green products and services,
yaitu produk-produk dan jasa ramah lingkungan tidak dengan sendirinya sesuai
harapan. Hal ini disebabkan green products and
services yang dihasilkan harus dibeli dengan harga yang lebih
mahal dan makin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin karena diperlukan
nilai investasi yang lebih besar. Investor harus mengeluarkan biaya lebih besar
untuk menghasilkan green products and services,
dan tambahan biaya ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen (KKP, 2012).
Pada
tahun 2010 terbit buku The Blue Economy: 10 years, 100
innovations, and 100 million jobsoleh Gunter Pauli (2010). Konsep
Ekonomi Biru (Blue Economy) dimaksudkan
untuk menantang para enterpreneur bahwa model bisnis ekonomi biru memberikan
peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan
secara ekonomi dan lingkungan: menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan
tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih,
menghasilkan produk dan nilai ekonomi lebih besar, meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap
kontributor secara lebih adil.
Ekonomi
Biru menjamin bahwa suatu pembangunan yang dijalankan
tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin
terjadinya keberlanjutan secara ekologi dan sosial. Hal ini tidak terlepas dari
prinsip-prinsip yang ada pada konsep ekonomi biru, yaitu :
1)
Efisiensi alam
2)
Tanpa limbah (Zero waste). Tanpa
meninggalkan limbah; limbah dari sesuatu menjadi makanan untuk yang lain,
limbah dari suatu proses menjadi energi untuk yang lain.
3)
Kepedulian social. Kecukupan diri untuk semua, keadilan sosial, lebih banyak
kesempatan pekerjaan bagi orang miskin.
4)
Sistem produksi melingkar: proses generasi dan regenerasi tanpa henti, keseimbangan antara produksi dan konsumsi.
5)
Inovasi dan adaptasi terbuka. Prinsip-prinsip hukum fisika dan adaptasi alami
secara terus-menerus.
Penutup
Prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan makin relevan mengingat makin meningkatnya perkembangan
perekonomian dunia dan sistem kehidupan manusia yang senantiasa memerlukan
dukungan lingkungan yang makin berkualitas. Fungsi lingkungan hidup sebagai
penyangga kehidupan alam semesta, termasuk di dalamnya manusia harus terus
dijaga agar tidak menurun atau rusak. Prinsip-prinsip keberlanjutan telah
dijadikan landasan pengembangan konsep lebih nyata dengan berkembangnya
konsepsi Ekonomi Hijau dan konsepsi ini telah mendorong peningkatan komitmen
negara-negara di dunia untuk meningkatkan komitmen mereka menegakkan
prinsip-prinsip pembangunan ekonomi tanpa merusak lingkungan.
Berkembangnya
konsepsi Ekonomi Biru makin melengkapi referensi implementasi pembangunan
berkelanjutan dengan cara pandang baru yang diharapkan dapat mendorong
perubahan asumsi-asumsi dasar pengembangan sistem ekonomi melalui inovasi dan
kreativitas sistem produksi dan manajemen sumberdaya alam yang lebih efisien,
namun memberikan manfaat lebih besar pada ekonomi, sosial, dan lingkungan,
yaitu sistem ekonomi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan
dan memperluas lapangan kerja, namun tidak merusak lingkungan. Ekonomi Biru
memang berbeda dari Ekonomi Hijau, namun keduanya tidak saling bertentangan
tetapi saling melengkapi. Gunter Pauli sendiri, sebagai pencetus Ekonomi Biru
mengatakan bahwa Blue Economy is Green 2.0, yaitu
sebuah versi baru konsep yang sudah pernah dikembangkan sebelumnya, yaitu Green Economy.
Ekonomi
Biru bukanlah ekonomi kelautan, tetapi Ekonomi Biru dapat diterapkan dan lebih
cocok untuk dijadikan landasan pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Selain itu, perlu dipahami bahwa konsepsi Ekonomi Biru disusun terutama
ditujukan untuk memberikan tantangan kepada para pengusaha dan investor untuk
mengembangkan bisnis dan investasi yang inovatif dan kreatif yang lebih
menjanjikan karena akan lebih kompetitif dan lebih banyak memberikan keuntungan
ekonomi dan sosial, serta sekaligus dengan sendirinya melindungan lingkungan
dari kerusakan.
Referensi dan Sumber Dokumentasi
Kementerian
Kelautan dan Perikanan. 2012. Blue Economy: Pembangunan
Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. (Sustainability – Social Inclusiveness – Innovative Investment).
Pauli,
Gunter A. 2010. The blue economy: 10 years, 100 innovetions,
100 million job. Paradigm Publications, Taos, New Mexico, USA.
Rogers
PP, Jalal KF, dan Boyd JA. 2008. An Introduction to Sustainable
Development. London. Glen Educational Foundation, Inc.
Silalahi
D. 2003. Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pengelolaan
(termasuk perlindungan) sumber daya alam yang berbasis pembangunan sosial
ekonomi. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII.
Diselenggarakan di Denpasar tanggal 14-18 Juli 2003.
Smith,
Fraser (ed), 1997. Environmental Sustainability,
St. Lucie Press, Boca Raton, Florida.
Soewito,
Cholik, F., Moeslim, S. 2011. Perikanan Indonesia: masa lalu, kini dan masa depan. Masyarakat Perikanan
Nusantara – Yayasan Sejahtera Mina, 204 hlm.
Stephanie
Meakin. 1992. The Rio Earth Summit: Summary of the United Nations Conference on
Environment and Development. Science and Technology
Division, Goverment of Canada.
UNCLOS.
1982. The 1982 Conference on the Law of the Sea. United
Nations Convention on the Law of the Sea.
UNEP,
Regional Seas Programme. 2009. The UNEP Large Marine Ecosystem
report: a perspective on changing conditions in LMEs of the world's regional
seas.
UNEP.
2011. Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and
Poverty Eradication – A Synthesis for Policy Makers. www.unep.org/greeneconomy.
Post A Comment:
0 comments: