Konsep Pengelolaan Pada Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Supaya hal ini dapat
diwujudkan maka diperlukan alternatif manajemen yakni cara atau pendekatan
dalam mengelola sumberdaya. Gulland (1977) mengajukan enam pendekatan manajemen
sumberdaya perikanan sebagai berikut :
1) Pembatasan alat tangkap,
dapat dilakukan dengan
pendekatan atau kebijakan selektifitas alat tangkap dalam manajemen sumberdaya
perikanan yaitu metode penangkapan ikan yang bertujuan untuk mencapai atau
mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stok ikan.
Kebijakan ini memberikan kesempatan pada ikan yang masih muda untuk tumbuh,
bertambah nilai ekonominya, serta kemungkinan bereproduksi sebelum ikan
tersebut ditangkap. Beberapa contoh kebijakan tentang hal ini adalah
pembatasan minimum terhadap ukuran mata jaring, pembatasan ukuran minimum mata
pancing, serta pembatasan ukuran mulut perangkap pada kondisi terbuka.
Pelarangan alat tangkap ikan,
dapat dilakukan secara permanen atau sementara waktu yang bertujuan untuk
melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat tangkap yang merusak atau
destruktif. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan alasan-alasan sosial
politis untuk melindungi nelayan yang menggunakan alat tangkap ikan yang
kurang atau tidak efisien. Jenis alat dan metode penangkapan ikan yang
dilarang karena tingkat destruktifnya sangat besar, misalnya dengan menggunakan
racun kimiawi maupun racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, aliran listrik,
bom, dinamit, dan bahan peledak lain.
Menurut para peneliti International
Center for Living Aquatic Resource Manajement (ICLARM, 1992), cara-cara
destruktif dilakukan oleh nelayan karena kesalahan manajemen sumberdaya
perikanan sehingga akhirnya akan terjadi kelebihan penangkapan ikan
(overfishing). Overfishing dibagi dalam beberapa tipe
tergantung pada tingkat keseriusannya yakni :
a. Recruitment
overfishing, yaitu kondisi ikan-ikan muda (juvenil) yang ditangkap secara
berlebihan sehingga tidak ada pertumbuhan stok ikan dewasa yang berasal dari
ikan dengan kelompok usia yang lebih muda, atau dengan kata lain pertumbuhan
stok ikan dewasa hanya terjadi melalui penambahan ukuran berat ikan dewasa yang
tersisa.
b. Biological overfishing,
yaitu kondisi penangkapan ikan yang telah mencapai tahap melebihi hasil
tangkapan meksimum lestari (MSY). Hal ini berarti stok ikan yang ditangkap melebihi
kemampuan maksimum stok ikan untuk tumbuh secara alami dan berkelanjutan
sehingga akan membuat stok sumberdaya ikan menurun secara drastis dan akhirnya
membuat perikanan berhenti secara total.
c. Economically
overfishing, yaitu upaya-upaya penangkapan ikan secara berlebihan melalui
investasi armada penangkapan secara besar-besaran, namun hasil tangkapan ikan
yang diperoleh secara agregat hanya pada tingkat suboptimum (lebih rendah dari
tingkat maksimum yang dapat dihasilkan). Kondisi ini berarti industri
penangkapan ikan beroperasi melebihi potensi maksimumnya secara ekonomi, oleh
karena itu kondisi ini tidak lagi efisien.
d. Malthusian overfishing,
dapat terjadi jika ketiga tipe atau bentuk overfishing di atas tetap
berlangsung yakni ada sedikit ikan yang tersedia di laut dan diperebutkan
banyak nelayan. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah sebagai manajer
sumberdaya tidak mampu dan tidak berhasil menata dan mengelola kegiatan
penangkapan ikan yang dilakukan rakyatnya.
2) Penutupan daerah penangkapan,
berarti menghentikan kegiatan
penangkapan ikan di suatu perairan pada musim tertentu atau secara permanen
berdasarkan alasan-alasan ekologi dan biologi (ekobiologi). Penutupan daerah
penangkapan dalam jangka panjang biasangan dikaitkan dengan usaha-usaha
konservasi jenis ikan tertentu yang memang dalam status terancam kepunahan,
atau di daerah tempat ikan berpijah (spawning ground) atau diasuh (nursery
ground). Kebijakan penutupan penangkapan ikan yang dilakukan secara
selektif dengan cara mengkhususkan daerah yang bersangkutan bagi kelompok
nelayan dengan skala usaha atau alat penangkapan ikan tertentu dikenal dengan
nama coastal belt atau fishing belt yaitu kawasan dengan
radius atau jarak tertentu dari garis pantai yang diperuntukan bagi kelompok atau
golongan nelayan tertentu. Di Indonesia kebijakan fishing belt juga
dilakukan walaupun tidak begitu efektif dan dibagi menjadi tiga bagian besar,
yaitu :
1) perairan
pada radius 4 mil laut dari garis pantai,
2) perairan
pada radius 4 mil laut, hingga 12 mil laut dari pantai
3) perairan
di atas 12 mil laut.
Hingga saat ini belum ada
aturan main yang jelas mengenai teknologi perikanan yang diizinkan di
setiap fishing belt oleh pemerintah pusat karena belum tentu akan
diterima begitu saja oleh pemerintah kabupaten dan kota karena adanya teknologi
spesifik serta karakteristik setiap daerah yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan. Oleh karena itu, pemerintah provinsi, kabupaten
dan kota bertanggung jawab untuk mendefinisikan dan menentukan lebih
jauh kebijakan yang tepat bagi setiap fishing beltnya.
3) Penutupan musim penangkapan ikan,
merupakan pendekatan manajemen
yang umumnya dilakukan yang sistem penegakan hukumnya sudah maju dan
berdasarkan sifat sumberdaya ikan yang sangat bergantung pada musim. Hal
ini dapat dilakukan bergantung pada pertimbangan tentang siklus hidup ikan yang
lahir, besar dan mati pada waktu tertentu. Penutupan kegiatan penangkapan
dapat dilakukan selama satu musim, beberapa musim, satu tahun, atau beberapa
tahun tergantung penilaian tingkat kekritisan sumberdaya perikanan.
Untuk memilih alternatif
manajemen, sangat bergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi perikanan yang
dikelola serta tujuan pengelolaan atau pembangunan. Pemilihan alternatif
manajemen sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria berikut :
1) diterima
nelayan (secara ekonomis, sosial, budaya dan politik),
2) diimplementasikan
secara gradual,
3) fleksibilitas,
4) implementasinya
didorong efisiensi dan inovasi,
5) pengetahuan
yang sempurna tentang peraturan serta biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti
peraturan tersebut, dan
6) ada
implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan.
4) Kuota penangkapan ikan,
yaitu pendekatan manajemen
sumberdaya perikanan secara rasional melalui pemberian hak kepada industri atau
perusahaan perikanan untuk menangkap atau mengambil sejumlah ikan tertentu dari
perairan berupa TAC per nelayan, per kapal, atau per armada
perikanan. Ada 3 cara mengimplementasikan pendekatan TAC yakni
1) menentukan
TAC secara keseluruhan pada skala nasional atas jenis ikan tertentu atau
perairan tertentu. TAC tersebut kemudian diumumkan kepada setiap nelayan,
kapal, armada menangkap ikan sampai secara total mencapai jumlah TAC tersebut.
2) Membagi
TAC kepada setiap nelayan, kapal, atau armada oleh pemerintah sebagai manajer
dapat menentukan keberpihakannya pada nelayan atau kapal tertentu terutama
kepada nelayan berskala kecil, kemudian sisa TAC dialokasikan kepada nelayan
berskala besar, misalnya dengan setiap kapal dikaitkan dengan kapasitas
palkanya yaitu kapasitas palka yang lebih kecil volumenya mendapat persentase
TAC lebih besar.
3) Membatasi
kegiatan atau mengurangi efisiensi penangkapan ikan sedemikian rupa sehingga
TAC tidak terlampaui. Cara ini secara ekonomis tidak efisien dan juga
sering tidak akurat dilaksanakan karena kesulitan dalam mengatur upaya
penangkapan ikan serta memprediksi jumlah ikan yang mungkin ditangkap setiap
kapal.
5) Pengendalian upaya penangkapan, yaitu pendekatan pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan pembatasan kapasitas penangkapan
atau jumlah alat tangkap ikan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil ikan yang
ditangkap serta meningkatkan kinerja ekonomi industri melalui pengurangan upaya
atau kapasitas penangkapan ikan yang berlebihan. Kapasitas upaya penangkapan
ikan adalah suatu variabel yang keberadaannya ditentukan beberapa variabel
lain, seperti ukuran mesin kapal, ukuran kapal, ukuran alat penangkapan, dan
teknologi alat bantu untuk mendeteksi, menemukan, dan mengumpulkan ikan.
Upaya lainnya yakni menentukan jumlah unit penangkapan ikan yang boleh
dioperasikan melalui sistem perizinan.
6) Pengendalian secara ekonomi,
yakni penggunaan variabel ekonomi sebagai instrumen pengendalian upaya
penangkapan ikan. Variabel ekonomi tersebut terdiri dari harga ikan,
harga faktor input, subsidi, pajak, biaya untuk memperoleh izin, atau
royalti. Contohnya dengan harga ikan yang melemah akan menimbulkan efek kepada
nelayan untuk tidak melakukan kegiatan penangkapan atau pemberian kredit
nelayan dengan bunga tinggi atau penetapan pajak yang tinggi dapat mengurangi
kapasitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan.
Post A Comment:
0 comments: