Sebagai negara kepulauan
terluas di dunia, dimana sekitar 75% wilayahnya terdiri dari perairan,
Indonesia memiliki potensi pada sektor perikanan yang sangat besar, baik
ditinjau dari kuantitas maupun diversivitas. Potensi tersebut merupakan potensi
ekonomi yang telah memberikan sumbangan yang sangat berarti
bagi keberhasilan pembangunan nasional. Dengan potensi wilayah laut yang
sangat luas dan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dimiliki
Indonesia, kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, keunggulan
kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor unggulan dalam kiprah
pembangunan nasional dimasa depan. Dengan potensi yang ada tersebut seharusnya
meletakan sektor perikanan manjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia.
Keadaan ini tentu menyebabkan perlunya pengelolaan yang baik sehingga dapat
memberikan kontribusi yang optimal dalam perekonomian Indonesia.
Pembangunan kelautan
seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai pinggiran (peryphery) dalam
pembangunan ekonomi nasional. Dengan posisi semacam ini sektor kelautan dan
perikanan bukan menjadi arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan
ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah
Indonesia merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta
berada pada posisi geo-politis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan
Hindia, yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik
secara ekonomi dan potitik. Sehingga secara ekonomis-politis sangat logis jika
kelautan dijadikan tumpuan dalam perekonomian nasional.
Kita harus belajar dan iri
dari beberapa negara tetangga yang memiliki wilayah sempit, garis pantai pendek
dan sumberdaya wilayah pesisir yang terbatas, tetapi mempunyai produksi
perikanan laut yang luar biasa tingginya. Perhatian mereka mengembangkan
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat serius karena mempunyai set
goal yang jelas. Negara Thailand yang memiliki garis pantai 2.600 km
(hanya 32% dari panjang pantai Indonesia) dan luas tambak hanya 80 ha
mampu memproduksi udang sebanyak 340 ribu ton dan memiliki nilai ekspor
perikanan sebesar US$ 4,2 milyar pada tahun 2002 (Dahuri, 2002) Pada kurun
waktu yang sama, Indonesia yang memiliki garis pantai 81.000 km hanya mampu
memproduksi udang sebesar 80 ribu ton (23,5% dari Thailand) dan memiliki nilai
ekspor perikanan US$ 1,76 milyar (41,9% dari Thailand). DiPhilippines yang
potensi sumberdaya alamnya porak poranda akibat dieksploitasi oleh
negara-negara yang menjajahnya dan alamnya diamuk terus oleh badai dan topan
yang terjadi setiap tahun, serta mempunyai 7.200 pulau (52,7% dari jumlah
pulau di Indonesia) memiliki nilai ekspor rumput laut sebesar US$
700 juta, sementara Indonesia yang mempunyai 13.667 pulau hanya mencapai
US$45 juta (hanya 6,4% dari Philippines).
Tak dapat dipungkiri
bahwa kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang besar itu belum
secara obtimal dapat dimanfaatkan untuk memecahkan problem krisis ekonomi,
ketertinggalan serta kemiskinan nelayan dan pembudidayaan ikan serta rakyat
Indonesia pada umumnya. Apabila peluang dan prospek yang terbuka dapat
dimanfaatkan dengan sebaik?baiknya, dan permasalahan yang masih dihadapi dapat
diatasi secara bertahap, maka bukan suatu pilihan yang salah jika sektor
kelautan dan perikanan dijadikan andalan pertumbuhan ekonomi nasional di masa
depan. Untuk mendayagunakan potensi sumber daya kelautan dan perikanan serta
menggerakkan seluruh potensi bangsa diperlukan kesungguhan dalam
pembangunan kelautan dan perikanan serta dukungan politik, ekonomi dan sosial
untuk menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai prime mover pembangunan
ekonomi nasional berwawasan Lingkungan.
Berkaitan dengan hal itu,
Negara kita harus berbenah diri, merumuskan strategi pembangunan yang tepat
sesuai dengan tiga pilar strategi pembangunan nasional yakni propoor, pro?job
dan pro?growth. Disamping itu perlu disusun kebijakan dan strategi yang
probussiness. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menyusun strategi pembangunan kelautan dan perikanan yang merupakan bagian dari
proses Perencanaan Strategis, yakni modal dasar (yang antara lain meliputi
potensi sumberdaya alam, SDM, IPTEK, dan peraturan perundangan), tantangan dan
masalah yang masih dihadapi hingga saat ini, instrumental input, dan lingkungan
strategis (baik global maupun regional). Semua aspek tersebut selain sebagai
dasar pertimbangan untuk menetapkan strategi, juga untuk menetapkan visi, dan
misi serta kebijakan operasional pembangunan kelautan dan perikanan.
Pada uraian diatas, ada
beberapa alasan yang mendasari gagasan awal untuk melakukan penelitian ini
lebih mendalam antara lain :(1) luas perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta
km2 (75% dari luas wilayahIndonesia) dengan panjang pantai 81.000 km. (2)
Sebagian besar masyarakat pesisir di daerah ini khususnya dan Indonesia umumnya
memanfaatkan laut sebagai sumber penghidupan keluarga mereka dalam bentuk
penangkapan, budidaya dan jasa transportasi .(3) Sumberdaya sektor
kelautan dan perikanan jika dikelola dengan arif merupakan sumberdaya yang
dapat diperbaharui (renewable resources )sehingga dapat dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang panjang.(4) Sektor kelautan dan perikanan mempunyai daya
saing tinggi (competetive advantage ) seperti ditunjukkan oleh bahan
baku yang tersedia dan produksiyang dihasilkannya.(5)Industri sektor kelautan
dan perikanan dapat melahirkan industri-industri lainyang saling mendukung antara
satu dengan lainnya.(6)Sektor perikanan mempunyai keunggulan karena
memanfaatkan sumberdayalokal dan menghasilkan komoditi yang dibutuhkan
masyarakat internasional.
KONTRIBUTOR
Muhammad Yusuf
Alumni Pasca Sarjana
Universitas Sultan Hasanuddin
Makassar
Ketertinggalan serta kemiskinan nelayan, ini masih menjadi problema.
BalasHapusIndonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada daratannya
BalasHapusterimakasih sobat atas komentarnya
BalasHapus