Kenali Cantrang, Alat Tangkap Ikan Yang Dilarang
Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan
pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar
tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang,
kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut
kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.
Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 m
(masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m) menyebabkan sapuan lintasan tali
selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan
tergantung ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang
dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 m.
Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas
daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha. Penarikan jaring menyebabkan
terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar
perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah
laut.
Berdasarkan hasil penelitian di Brondong – Lamongan (IPB, 2009) hanya
51% hasil tangkapan cantrang yang berupa ikan target, sedangkan 49% lainnya
merupakan non target. Adapun hasil penelitian di Tegal (Undip, 2008),
penggunaan cantrang hanya dapat menangkap 46% ikan target dan 54% lainnya non
target yang didominasi ikan rucah. Ikan hasil tangkapan cantrang ini umumnya
dimanfaatkan pabrik surimi dan dibeli dengan harga maksimal 5000/kg. Sedangkan
tangkapan ikan non target digunakan sebagai pembuatan bahan tepung ikan untuk
pakan ternak.
Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara Nelayan Pantura
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI, Kementerian
Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggambarkan kondisi
Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang pada tahun 2004
berjumlah 3.209 unit, meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun
berjumlah 10.758 unit. Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch
Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari
8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007.
Dikarenakan
telah overfishing, para nelayan
di Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) lainnya. Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.
Selain itu, dalam Uji Petik yang dilakukan pada tanggal 21 hingga 23 Mei
2015 menunjukkan, hasil pengukuran 10 unit kapal di Kabupaten Tegal dan 5 unit
kapal di Kabupaten Pati terdapat indikasi markdown yang menyebabkan banyak izin kapal
Cantrang berukuran besar hanya diterbitkan di tingkat Provinsi. Untuk
menanggulanginya, KKP telah mengambil langkah pengukuran ulang dan
pengelompokan kategori ukuran kapal berdasarkan hasil pengukuran tersebut.
Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga
kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10
hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun kebijakan yang ditetapkan
untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :
- Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net.
- Kapal 10 – 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat.
- Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718.
Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami
perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian. Berbagai alat
tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun
demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat
tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya
telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah
dilarang.
Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan
Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia.
Sumber: LEMBAGA SANDI NEGARA
Post A Comment:
0 comments: